Bank Indonesia meluncurkan white paper tentang mata uang digital untuk Rupiah pada hari Rabu. White Paper untuk Rupiah digital muncul pada saat Indonesia melihat pertumbuhan eksponensial dalam transaksi digital sejak tahun 2020. Langkah Bank Indonesia (BI) mengikuti langkah banyak Bank Federal di seluruh dunia yang berencana meluncurkan mata uang digital bank sentral (CBDC) mereka sendiri.
Rupiah digital yang akan datang akan tetap berada di bawah kewenangan BI untuk mengeluarkan legal online tender. Gubernur BI Perry Warjiyo memaparkan pedoman kebijakan bank sentral untuk tahun 2023 di sebuah pers di Jakarta. “Rupiah digital akan diterapkan secara bertahap, mulai dari CBDC grosir untuk penerbitan, eliminasi, dan transfer antar bank,” katanya. Warjiyo memastikan CBDC tahap awal adalah untuk grosir, dan transfer ritel akan dilaksanakan kemudian.
Dia mengungkapkan langkah selanjutnya adalah mengembangkan model bisnis Rupiah digital. Model tersebut mencakup operasi moneter dan pasar uang.
Baca Juga CBDC dan Aset Kripto Menjadi Salah Satu Topik Penting di G20, Cek Selengkapnya!
Namun, BI pada akhirnya akan meluncurkan Rupiah digital untuk ritel dan penggunaan sehari-hari setelah kesuksesan model pertama. Namun, Warjiyo tidak menentukan batas waktu kapan CBDC akan ditayangkan untuk penggunaan ritel di seluruh negeri. BI merilis pernyataan yang mengatakan bahwa pengembangan CBDC di Asia Tenggara membutuhkan dukungan dari pemangku kepentingan untuk melakukan uji coba. Bank Sentral tidak menentukan tanggal tentatif untuk peluncuran model bisnis CBDC.
Indonesia saat ini telah melarang penggunaan cryptocurrency sebagai bentuk pembayaran di seluruh negeri. Namun, pemerintah telah mengizinkan transaksi mata uang digital di pasar komoditas dan berjangka untuk tujuan investasi saja. Negara kepulauan ini mengalami pertumbuhan dua digit dalam transaksi digital dalam dua tahun terakhir. Diperkirakan akan tumbuh sebesar 30% pada tahun 2022 mencapai 53.144 triliun Rupiah ($3,38 triliun), sesuai data BI.