Harga Bitcoin mengalami penurunan tajam setelah turun di bawah $59.000, merosot hingga 4% dalam satu hari. Penurunan ini disebabkan oleh adanya spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin akan menunda pemotongan suku bunga pada November mendatang, tergantung pada perkembangan data ekonomi terbaru. Ketidakpastian kebijakan moneter ini memberikan tekanan pada pasar kripto.
Spekulasi tentang potensi penundaan pemotongan suku bunga muncul setelah laporan menunjukkan kenaikan kecil dalam angka inflasi. Data terbaru dari Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa CPI meningkat sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan pada bulan September. Meski peningkatan ini hanya 0,2%, lebih tinggi dari ekspektasi 0,1%, kondisi ini cukup untuk menambah kekhawatiran akan inflasi yang terus meningkat.
Ketidakpastian ekonomi yang diakibatkan oleh inflasi dan tingkat pengangguran yang masih tinggi telah menciptakan volatilitas di pasar. Meskipun demikian, kebijakan Federal Reserve dapat berubah jika data ekonomi mendukung keputusan untuk menunda pemotongan suku bunga lebih lanjut, memungkinkan para pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati dan menunggu hasil data ekonomi berikutnya.
Baca juga Harga Bitcoin Melonjak Di Atas $69K Setelah Laporan CPI
Tren Historis Penurunan Harga Bitcoin di Bulan September
Secara historis, bulan September selalu menjadi bulan yang sulit bagi Bitcoin. Sejak tahun 2013, harga Bitcoin cenderung menurun pada bulan ini sebanyak delapan kali. Data dari CoinGlass menunjukkan bahwa selama dekade terakhir, penurunan harga rata-rata pada bulan September mencapai sekitar 5%, menjadikannya salah satu bulan terburuk untuk kinerja Bitcoin.
Tahun ini, penurunan harga lebih signifikan, mencapai lebih dari 8%, jauh melampaui penurunan rata-rata yang tercatat selama sepuluh tahun terakhir. Selain September, bulan Juni juga merupakan satu-satunya bulan lain yang secara historis mencatat kerugian untuk Bitcoin. Namun, meskipun tren ini konsisten, beberapa ahli menilai bahwa ukuran sampel yang kecil membuat sulit untuk menjadikan tren ini sebagai indikator yang kuat untuk pergerakan harga di masa mendatang.
Meskipun bulan September sering kali memberikan hasil negatif, pada beberapa tahun sebelumnya Bitcoin juga mencatat kenaikan. Ini menunjukkan bahwa tren jangka panjang tidak selalu terjamin dan bergantung pada banyak faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pergerakan harga.
Dampak Inflasi dan Gelombang Likuidasi di Pasar Bitcoin
Peningkatan CPI) sebesar 0,2% pada bulan September, yang lebih tinggi dari perkiraan awal 0,1%, memicu gelombang ketidakpastian di pasar keuangan, termasuk pasar kripto. Kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin menunda pemotongan suku bunga pada bulan November akibat inflasi yang lebih tinggi ini membuat para trader waspada. Akibatnya, pasar Bitcoin mengalami aksi jual besar-besaran, dan harga Bitcoin anjlok di bawah $59.000. Turunnya harga ini mendorong likuidasi besar-besaran di pasar derivatif, di mana posisi long mengalami kerugian signifikan.
Selama 24 jam terakhir, total likuidasi mencapai $195,02 juta, dengan lebih dari 57.612 trader dilikuidasi. Dari jumlah tersebut, likuidasi posisi long mendominasi, mencapai $145,52 juta, sementara posisi short yang dilikuidasi berjumlah $49,50 juta. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar trader bertaruh pada kenaikan harga, namun penurunan harga yang cepat membuat mereka terpaksa menutup posisi dengan kerugian besar. Likuidasi terbesar terjadi di Binance, dengan satu order senilai $10,51 juta dilikuidasi.
Dalam 12 jam terakhir, likuidasi mencapai $135,24 juta, di mana $101,56 juta berasal dari posisi long, sedangkan likuidasi short mencapai $33,68 juta. Gelombang likuidasi ini memperlihatkan bahwa ekspektasi pasar terhadap kenaikan harga sangat tinggi, namun ketidakpastian ekonomi yang dipicu oleh inflasi membuat banyak posisi terpaksa ditutup.
Poin-Poin Utama:
- Total Likuidasi: Sebanyak $195,02 juta dilikuidasi dalam 24 jam terakhir, dengan posisi long mendominasi kerugian sebesar $145,52 juta.
- Likuidasi Terbesar: Binance mencatat likuidasi terbesar dengan satu order senilai $10,51 juta.
- Pengaruh CPI: Kenaikan inflasi yang melebihi ekspektasi memicu ketidakpastian kebijakan moneter, menyebabkan aksi jual Bitcoin yang signifikan.
- Volatilitas Tinggi: Perubahan sentimen akibat data inflasi menimbulkan risiko besar bagi trader yang menggunakan leverage, terutama mereka yang mempertaruhkan posisi long.
Dari data ini, jelas terlihat bahwa volatilitas pasar Bitcoin sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan data ekonomi seperti CPI. Trader yang tidak siap menghadapi perubahan mendadak dalam sentimen pasar berisiko mengalami kerugian besar, seperti yang terlihat dari likuidasi massal yang terjadi selama penurunan harga baru-baru ini.
Prospek Bitcoin di Tengah Ketidakpastian Pasar
Di tengah ketidakpastian kebijakan suku bunga dan dinamika di pasar derivatif, Bitcoin menghadapi tantangan dalam jangka pendek. Perubahan kebijakan moneter oleh Federal Reserve, terutama terkait suku bunga, dapat berdampak besar pada aset-aset berisiko seperti kripto. Kondisi ini membuat pasar kripto lebih rentan terhadap volatilitas, terutama jika data ekonomi mendukung keputusan untuk menunda pemotongan suku bunga.
Di sisi lain, meskipun pasar derivatif Bitcoin menunjukkan adanya tekanan jual jangka pendek, ini tidak selalu berarti harga Bitcoin akan terus menurun. Pasar kripto sering kali berbalik dengan cepat, terutama jika ada katalis positif yang dapat meningkatkan permintaan. Trader dan investor perlu terus memantau indikator utama dan bersiap menghadapi volatilitas yang lebih tinggi di masa depan.
Dengan demikian, meskipun Bitcoin saat ini mengalami tekanan dari berbagai faktor eksternal, prospek jangka panjang tetap bergantung pada perkembangan lebih lanjut dalam kebijakan moneter dan sentimen pasar global. Pasar kripto yang dinamis dan tak terduga memungkinkan perubahan cepat dalam arah harga, terutama ketika ada faktor yang mengubah ekspektasi di kalangan investor.
Baca juga Penemu Bitcoin, Satoshi Nakamoto Akan Diungkap di Dokumenter HBO