Tether (USDT) adalah stablecoin terbesar di dunia dengan valuasi mencapai $118 miliar. Stablecoin ini menjadi bagian penting dalam ekosistem kripto karena kemampuannya menjaga stabilitas nilai yang dipatok pada dolar AS. Namun, meski banyak digunakan, Tether kini berada di bawah sorotan akibat tuduhan serius terkait transparansi dan cadangan aset yang mendukungnya.
Banyak yang meragukan apakah setiap token USDT benar-benar didukung oleh dolar, menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas jangka panjang dari stablecoin ini. Peneliti kripto Justin Bons menuduh bahwa Tether terlibat dalam skandal keuangan besar-besaran, yang bahkan disebut-sebut lebih besar dari kasus FTX dan Bernie Madoff. Tuduhan tersebut mencakup manipulasi pasar, pencetakan uang tanpa dukungan cadangan, hingga keterkaitan dengan aktivitas kriminal.
Tether dianggap tidak memberikan audit penuh dan transparan mengenai cadangannya, memperburuk keraguan di kalangan investor. Jika terbukti, hal ini bisa menjadi salah satu guncangan terbesar dalam sejarah kripto, dan berpotensi berdampak pada kepercayaan terhadap seluruh ekosistem kripto.
Kurangnya Transparansi dan Masalah Audit
Potensi kehancuran yang dihadapi Tether saat ini bahkan lebih besar daripada apa yang terjadi dengan Terra Luna, menempatkan industri kripto dalam risiko yang sangat serius. Sebagai salah satu pemain utama dalam pasar stablecoin, Tether mengklaim memiliki cadangan sebesar $118 miliar sebagai jaminan, tetapi hingga kini tidak ada bukti yang jelas atau audit independen yang mengonfirmasi klaim tersebut. Hal ini memaksa kita untuk mempercayai pernyataan mereka begitu saja.
Ketidakpastian ini semakin diperkuat oleh laporan keuangan Tether untuk kuartal pertama 2024, yang mengungkapkan bahwa sebagian besar cadangan mereka tersimpan dalam bentuk US Treasuries sebesar 90,87 miliar USD. Selain itu, cadangan lainnya berupa Bitcoin senilai 5,37 miliar USD, emas sebesar 3,65 miliar USD, dan berbagai investasi lainnya yang mencapai 2,31 miliar USD.
Tether telah berulang kali berjanji sejak tahun 2015 untuk melakukan audit penuh, namun hingga kini audit tersebut belum pernah dilakukan. Pada tahun 2021, CFTC mendenda Tether karena memberikan informasi yang menyesatkan terkait cadangan mereka. Lebih mencurigakan lagi, pada tahun 2018, firma audit pertama yang mencoba memeriksa cadangan Tether dipecat karena dianggap terlalu teliti, yang menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut terkait klaim Tether tentang kestabilan cadangannya.
Meskipun dalam laporan terbaru tercatat total cadangan fiat sebesar 110,29 miliar USD dan total aset yang dikelola sebesar 115,41 miliar USD, termasuk 4,74 miliar USD dalam bentuk pinjaman berjaminan dan cadangan tambahan senilai 6,26 miliar USD, tetap saja tidak ada transparansi yang dapat diverifikasi. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan investor dan komunitas kripto yang hanya bisa mengandalkan pernyataan Tether tanpa jaminan yang kuat.
Kontroversi dan Risiko Tether dalam Pasar Stablecoin dan Bitcoin
Harga Bitcoin dapat dipengaruhi oleh kehadiran stablecoin, termasuk Tether (USDT) dan US Dollar Coin (USDC), serta aktivitas penerbit stablecoin dan regulasi yang mengikutinya. Stablecoin adalah aset digital yang dirancang untuk memiliki nilai stabil, sering kali dipatok dengan mata uang fiat seperti dolar AS. Namun, meskipun tujuan utamanya stabil, harga stablecoin dapat berfluktuasi, dan volatilitas ini juga memengaruhi pasar Bitcoin.
Ada tuduhan bahwa beberapa stablecoin, terutama Tether, diterbitkan secara tidak sah tanpa cadangan yang memadai. Ini berisiko menciptakan permintaan buatan terhadap Bitcoin yang dapat meningkatkan harga Bitcoin secara artifisial. Selain itu, beberapa stablecoin, termasuk Tether, dikaitkan dengan aktivitas pencucian uang.
Lebih lanjut, Tether telah beberapa kali gagal melakukan audit penuh. Pada 2018, auditor pertama mereka, Friedman LLP, dipecat karena melakukan prosedur yang terlalu rinci. Hingga saat ini, meskipun Tether mengklaim memiliki laporan auditor dari 2021, laporan ini bukan audit penuh yang dilakukan oleh pihak ketiga independen.
Pada Februari 2021, Jaksa Agung New York menyetujui penyelesaian dengan operator Tether, memaksa mereka untuk menghentikan perdagangan dengan penduduk New York dan membayar denda $18,5 juta atas pernyataan menyesatkan terkait cadangan aset mereka. Pada Oktober 2021, CFTC juga menyetujui penyelesaian dengan Tether sebesar $42,5 juta atas tuduhan bahwa Tether tidak memiliki cadangan dolar AS yang cukup untuk setiap token yang beredar.
Selain itu, dalam penyelidikan CFTC pada 2021, ditemukan bahwa cadangan Tether terdiri dari surat berharga komersial yang asal-usul, kualitas, dan likuiditasnya tidak jelas. Denda sebesar $41 juta dijatuhkan karena pelanggaran ini dan Tether diperintahkan untuk menghentikan pelanggaran lebih lanjut terkait dengan Commodity Exchange Act (CEA) dan peraturan CFTC.
Pengungkapan Struktur Tata Kelola Tether
Ironisnya, investasi terbaru Tether di Adecoagro memberi kita pengungkapan pertama terkait tata kelola mereka. Dewan direksi Tether Holdings saat ini hanya memiliki dua anggota, yaitu Giancarlo Devasini dan Ludovicos van der Velde. Hal ini menunjukkan bahwa hingga tahun 2024, cadangan USDT kemungkinan masih belum dipisahkan secara teratur, dan kedua individu ini memegang kendali penuh atas cadangan keuangan Tether.
Kita tidak memiliki jaminan eksternal bahwa apa yang diklaim Tether di halaman “transparansi” mereka adalah benar. Dengan kata lain, seluruh operasi ini sepenuhnya bergantung pada kepercayaan terhadap tim inti. Yang lebih mengkhawatirkan, mereka memiliki wewenang untuk membekukan semua akun secara tiba-tiba, dan jika terjadi penarikan massal (“bank run”), hal ini dapat menyebabkan runtuhnya “rumah kartu”, menghapus aset senilai miliaran dolar.
Dokumen ini merinci para pejabat eksekutif dan direktur dari Tether Holdings Limited dan Tether Investments Limited. Hingga saat ini, struktur kepemimpinan mereka terbilang kecil:
- Paolo Ardoino – Chief Executive Officer (CEO) yang tidak memiliki kepemilikan saham dalam perusahaan ini.
- Giancarlo Devasini – Chief Financial Officer (CFO) dan Direktur, memiliki 10.004.320 saham.
- Ludovicos van der Velde – Direktur, juga memiliki 10.004.320 saham.
Ketiga individu ini terdaftar di alamat bisnis yang sama di Kepulauan Virgin Britania. Selain itu, kepemilikan saham di Adecoagro tercatat sebanyak 10.004.320 saham biasa, yang dimiliki oleh Tether Investments Limited.
Baca juga Tether Berinvestasi $100 Juta di Pertanian Amerika
Keterlibatan Crypto Capital dalam Skandal Pencucian Uang Internasional dan Keterkaitannya dengan Tether
Crypto Capital, perusahaan yang dipimpin oleh Ivan Manuel Molina Lee, terlibat dalam skandal pencucian uang internasional yang melibatkan kartel narkoba Kolombia. Penangkapan Molina Lee oleh otoritas Polandia menunjukkan betapa luasnya operasi pencucian uang yang dilakukan melalui perusahaan ini. Bitfinex, salah satu bursa kripto terbesar di dunia, diketahui menggunakan layanan Crypto Capital untuk mengelola dana sebesar $850 juta, yang kemudian disita oleh otoritas.
Keterkaitan antara Crypto Capital dan Bitfinex menjadi lebih menarik ketika kita melihat hubungan Bitfinex dengan Tether, perusahaan yang mengklaim memiliki cadangan yang mendukung stablecoin USDT. Tether, yang berbagi anggota tim dengan Bitfinex, ikut terseret dalam kontroversi ini karena hubungan dekatnya dengan bursa tersebut.
Peristiwa ini semakin memperkuat pandangan bahwa Tether, dengan kemampuannya mencetak USDT tanpa batasan, beroperasi seperti “mesin cetak uang.” Kekuatan ini, yang oleh beberapa pihak disamakan dengan superpower, mampu menutupi masalah jangka pendek, namun risiko meningkat jika sistem pendukung tersebut gagal. Kasus ini menimbulkan keraguan besar terhadap transparansi dan keandalan USDT sebagai stablecoin, terutama karena pengguna tidak sepenuhnya tahu apakah cadangan yang mendukungnya benar-benar ada.
Apakah Bitcoin Benar-Benar Tidak Terikat?
Tether, stablecoin yang dipatok pada dolar AS, sering diklaim sebagai elemen stabil di pasar kripto. Namun, penelitian oleh John M. Griffin dan Amin Shams (“Is Bitcoin Really Un-Tethered?”) mengungkap bahwa Tether mungkin berperan dalam memanipulasi harga Bitcoin selama lonjakan 2017. Melalui analisis blockchain, ditemukan bahwa pembelian Bitcoin dengan Tether terjadi setelah penurunan pasar, menghasilkan lonjakan harga yang signifikan.
Manipulasi ini terkait dengan satu entitas besar yang berulang kali menggunakan Tether untuk mendorong harga Bitcoin, menunjukkan bahwa kenaikan harga tidak didorong oleh permintaan pasar nyata. Penelitian ini juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa Tether mungkin tidak didukung oleh cadangan dolar yang cukup, memicu manipulasi pasar dengan menerbitkan lebih banyak token daripada yang didukung secara tunai.
Justin Bons, seorang analis kripto, menyebut bahwa praktik ini adalah puncak gunung es dari skandal besar dalam ekosistem kripto, mirip dengan manipulasi yang dilakukan oleh sistem perbankan tradisional, namun tanpa transparansi atau pengawasan pemerintah. Penelitian ini menyoroti pentingnya regulasi dan pengawasan di pasar kripto. Tanpa transparansi yang lebih baik, mata uang kripto bisa terjebak dalam manipulasi besar yang merusak integritas pasar dan menimbulkan risiko besar bagi investor.
Baca juga Bitcoin Merupakan Satu-Satunya Mata Uang Yang Terdesentralisasi, Menurut CEO Tether