Ketika salah satu whale terbesar Ethereum mulai melepas asetnya, dunia kripto kembali diguncang ketidakpastian. Whale yang diketahui memperoleh Ether (ETH) dalam jumlah besar saat ICO Ethereum pada tahun 2014 ini mendadak aktif kembali setelah bertahun-tahun pasif. Pada akhir September 2024, whale ini mulai mentransfer 12.000 ETH ke bursa Kraken, dan transaksi tersebut diikuti oleh penjualan 19.000 ETH dalam dua hari pertama bulan Oktober, dengan total nilai mencapai Rp720 miliar ($47 juta).
Aksi penjualan dalam skala besar ini membuat pasar terperangah, mengingat whale tersebut sebelumnya tidak menunjukkan aktivitas apa pun selama bertahun-tahun. Whale ini diketahui memperoleh sekitar 150.000 ETH saat ICO pertama Ethereum. Pada saat itu, nilai asetnya hanya sekitar Rp710 juta ($46.500).
Kini, dengan lonjakan harga Ether selama bertahun-tahun, total nilai Ether yang dimiliki whale tersebut mendekati Rp6,2 triliun ($400 juta). Hal ini membuat langkahnya untuk mulai menjual kembali Ether dalam jumlah besar memicu spekulasi bahwa whale ini mungkin mencoba mengantisipasi penurunan harga lebih lanjut atau mengamankan keuntungan sebelum fluktuasi lebih besar terjadi.
Dampak Langsung Terhadap Harga Ether dan Sentimen Pasar
Dampak dari aksi jual besar-besaran oleh whale ini terasa begitu cepat dan signifikan di pasar. Hanya dalam tiga hari pertama Oktober, harga Ether (ETH) anjlok hampir 10%, yang mencerminkan seberapa besar tekanan yang dihadapi pasar kripto secara keseluruhan. Pada 1 Oktober, harga ETH masih bertahan di kisaran Rp41,6 juta ($2.650). Seiring munculnya penjualan massal oleh whale ini, harga ETH dengan cepat jatuh menjadi sekitar Rp37 juta ($2.365) pada 3 Oktober.
Penurunan harian sebesar 3,7% ini lebih tajam dibandingkan penurunan keseluruhan pasar kripto yang hanya merosot 2,6% pada hari yang sama. Aksi jual oleh whale ini memperparah situasi pasar yang sejak awal tahun sudah berjuang melawan tantangan-tantangan eksternal seperti ketidakpastian makroekonomi dan perubahan regulasi yang terus bergulir
Reaksi dari para trader dan analis pun mulai bermunculan dengan nada kekhawatiran. Banyak di antara mereka yang menyuarakan opini bahwa aksi jual ini menandai “menyerahnya” beberapa dari investor awal (OG) Ethereum, yaitu mereka yang telah terlibat sejak ICO pertama. Hal ini menciptakan sentimen negatif di kalangan komunitas, dengan beberapa pihak menganggap bahwa jika para veteran Ethereum mulai keluar dari pasar.
Minat Investor Institusional yang Terus Tumbuh
Di tengah badai yang melanda pasar kripto, investor institusional menunjukkan bahwa mereka masih melihat potensi besar di Ethereum. Pada 2 Oktober, sembilan ETF Ether mencatatkan arus masuk senilai Rp310 miliar ($20 juta), didorong oleh minat kuat dari perusahaan manajemen aset terbesar dunia, BlackRock. Arus masuk ini menjadi yang terbesar dalam sepekan terakhir, mencerminkan peningkatan minat dari kalangan institusional terhadap aset ini.
Menariknya, sementara ETF Ether mencatatkan arus masuk yang signifikan, ETF Bitcoin justru mengalami arus keluar selama dua hari berturut-turut, dengan total Rp800 miliar ($53 juta) keluar dari produk tersebut. Ini menjadi indikator bahwa meskipun harga Ether sedang berada di bawah tekanan, beberapa investor besar lebih memilih Ether daripada Bitcoin.
Minat yang terus tumbuh dari institusi besar ini menjadi sinyal bahwa Ethereum memiliki posisi kuat untuk berkembang di masa depan. Meskipun pasar sedang tertekan, banyak yang percaya bahwa Ethereum memiliki daya tarik jangka panjang, terutama dengan banyaknya inovasi dan rencana pengembangan yang akan segera diluncurkan. Kombinasi antara dukungan komunitas, minat institusional, dan inovasi teknis ini memberikan dasar yang kuat bagi Ethereum untuk kembali pulih dan melanjutkan dominasinya di dunia kripto.
Baca juga Trader Ini Raih Profit 30 Miliar Rupiah dalam 15 Hari dengan Ethereum