Seorang mantan peretas yang kini beralih profesi jadi ahli keamanan siber, David Carvalho, memberikan peringatan keras. Ia bilang kalau sebagian besar industri kripto masih belum sadar akan ancaman eksistensial yang datang dari komputasi kuantum. Menurutnya, ancaman ini bisa bikin dunia kripto porak-poranda!
Carvalho, yang kini menjabat sebagai CEO perusahaan infrastruktur pasca-kuantum bernama Naoris Protocol, udah berinteraksi dengan dunia peretasan sejak umur 13 tahun. Ia menggunakan keahliannya untuk melindungi sistem, bukan malah meretasnya.
Sekarang, Carvalho sedang sibuk membangun sistem yang tahan terhadap komputasi kuantum untuk jaringan terdesentralisasi. Ia mengklaim bahwa fondasi kriptografi dari blockchain populer seperti Bitcoin dan Ethereum itu udah sangat ketinggalan zaman.
“Kriptografi di balik hampir semua blockchain sama lemahnya dengan kriptografi di seluruh dunia,” kata Carvalho kepada Cointelegraph. “Kuantum akan menyapu semuanya, seperti meteor yang memusnahkan dinosaurus.” Wah, ngeri juga ya analoginya!
Ancaman Kuantum: Lebih Dekat dari yang Kita Kira
Banyak pengembang blockchain mungkin berpikir masih punya banyak waktu buat beradaptasi dengan teknologi kuantum. Tapi, Carvalho memperingatkan kalau jendela waktu itu bisa segera tertutup. Usaha untuk mengadopsi tanda tangan yang tahan kuantum memang sudah berjalan, tapi menurutnya belum tersebar luas dan masih kurang dianggap serius.
Sementara itu, pemerintah dan perusahaan teknologi besar di luar sana udah mulai bersiap menghadapi skenario yang disebut “panen sekarang, dekripsi nanti”. Artinya, mereka ngumpulin data terenkripsi sekarang, dan baru akan mendekripsinya nanti kalau komputer kuantum udah canggih.
Lembaga seperti NIST (National Institute of Standards and Technology) dan NSA di AS bahkan sudah mendesak adopsi algoritma tahan-kuantum sejak 2022.
Meskipun saat ini komputer kuantum belum mampu memecahkan algoritma SHA-256 atau ECDSA (yang dipakai untuk mengamankan kunci kripto), para peneliti khawatir terobosan besar, apalagi kalau digabungkan dengan kecerdasan buatan (AI), bisa datang tiba-tiba.
“Musuh yang saat ini mengumpulkan data blockchain terenkripsi tidak berniat menyerang sekarang,” kata Carvalho. “Mereka sedang membangun dataset untuk masa depan. Ketika teknologi sudah cukup kuat, mereka bisa membuka rahasia selama satu dekade hanya dalam hitungan menit.”
Kombinasi AI dan Kuantum: Senjata Pamungkas yang Diam-diam Menghancurkan?
Carvalho percaya bahwa ancaman sebenarnya bukan cuma dari kemampuan brute-force komputer kuantum, tapi dari kombinasi komputasi kuantum dan artificial intelligence(AI). Serangan bisa dilakukan secara diam-diam dan sangat presisi, menghancurkan sistem tanpa ada yang menyadarinya.
“Semua orang menunggu hitungan mundur yang tidak akan pernah datang. Anda tidak akan tahu bahwa dompet Bitcoin 10 tahun telah diretas—Anda hanya akan melihat dananya berpindah, tanpa bisa membuktikan siapa pelakunya.”
AI sendiri sudah dipakai untuk keamanan—seperti deteksi intrusi, audit smart contract, dan analisis anomali. Tapi di tangan penyerang, AI bisa dipakai buat memindai dompet sumber terbuka, meniru respons validator, dan beradaptasi secara real-time dengan jaringan.
Kalau ini digabungkan dengan komputer kuantum yang mampu memecahkan kunci privat, hasilnya bisa jadi keruntuhan diam-diam dari seluruh sistem!
“Ini bukan sekadar soal mencuri koin,” ujar Carvalho. “Ini soal menghancurkan kepercayaan tanpa terlihat. Seluruh blockchain bisa dikompromikan, sistem tata kelola dipalsukan, dan tak ada yang tahu siapa pelakunya atau bagaimana itu terjadi.”
Infrastruktur Bitcoin Masih Rentan
Meskipun Bitcoin diklaim terdesentralisasi, kenyataannya infrastrukturnya masih sangat terpusat. Beberapa titik lemah yang bisa diserang antara lain cloud provider, mining pool, hingga validator. Jika satu penyedia cloud yang menampung ratusan node diretas, efeknya bisa menjalar ke seluruh jaringan.
“Desentralisasi memang indah di atas kertas, tapi kalau semua orang pakai backbone yang sama dan tergantung pada API pihak ketiga, semuanya sudah kalah sejak awal.”
Harapan Masih Ada, Tapi Waktunya Mepet
Beberapa proyek memang sudah mulai bersiap. Naoris Protocol milik Carvalho sendiri menggunakan kerangka kerja keamanan nasional untuk membangun sistem terdesentralisasi yang tahan kuantum. Ada juga upaya untuk membuat rollup tahan-kuantum, format kunci baru, dan pembaruan protokol melalui BIP (Bitcoin Improvement Proposal) seperti BIP-360.
Namun, pertanyaan besarnya adalah: apakah komunitas kripto akan bergerak sebelum semuanya terlambat dan ancaman kuantum benar-benar menjadi kenyataan? Ini adalah tantangan besar yang harus segera diatasi oleh seluruh ekosistem kripto.