Platform berbasis blockchain, Polymarket, dikabarkan sedang bersiap untuk kembali ke pasar Amerika Serikat dengan nilai perusahaan (valuasi) yang berpotensi mencapai $10 miliar atau sekitar Rp160 triliun.
Bangkit Kembali Setelah Sempat Dilarang
Pada 2022, Polymarket sempat dilarang beroperasi di AS karena dianggap melanggar aturan Commodity Futures Trading Commission (CFTC). Namun, situasinya berubah drastis setelah mereka mengakuisisi QCX, sebuah bursa derivatif di Florida. Akuisisi ini jadi jalan bagi Polymarket untuk bisa masuk kembali secara legal ke pasar AS.
Baca Juga Eric Trump Tak Lagi Jadi Direktur ALT5 Sigma di Tengah Kesepakatan dengan $WLFI
Keputusan CFTC yang memberikan ‘lampu hijau’ pada QCX juga memperkuat posisi Polymarket. CEO Polymarket, Shayne Coplan, optimistis langkah ini akan membawa mereka kembali ke jalur yang benar.
Popularitas yang Melesat Berkat Prediksi Politik
Nama Polymarket meroket saat prediksi mereka tentang pemilihan presiden AS 2024 terbukti akurat, yaitu kemenangan Donald Trump. Platform ini memungkinkan pengguna untuk ‘bertaruh’ atau memperdagangkan hasil dari suatu peristiwa, seperti pemilihan umum, tanpa peran bandar terpusat.
Langkah kembali ke AS ini juga didukung oleh investor-investor besar. Pada Juni lalu, Polymarket berhasil mengumpulkan $200 juta dalam putaran pendanaan yang dipimpin oleh Founders Fund milik Peter Thiel.
Persaingan dengan Kalshi Makin Panas
Polymarket tidak sendirian. Mereka akan bersaing ketat dengan platform sejenis, Kalshi, yang juga sedang naik daun. Kalshi sendiri dikabarkan hampir menyelesaikan putaran pendanaan senilai $5 miliar!
Persaingan ini semakin seru karena Kalshi baru-baru ini juga diizinkan untuk memperdagangkan kontrak politik. Keduanya kini menjadi prediction market yang paling aktif, dengan volume perdagangan besar, apalagi saat ini sedang ada momen pertandingan NFL (National Football League) yang ikut mendongkrak aktivitas.
