Project Wira – Peluang Tokenisasi Aset Indonesia, sebuah laporan penelitian baru yang diterbitkan hari ini oleh BVI, Saison Capital, D3 Labs, dan Tiger Research — memprediksi bahwa permintaan untuk aset tokenisasi di Indonesia dapat mencapai US$88 miliar pada tahun 2030. Laporan ini juga menyoroti bahwa sektor komoditas berpotensi menjadi salah satu aset tokenisasi terkemuka di ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Indonesia, sebagai eksportir terbesar dunia untuk komoditas seperti minyak sawit dan batu bara, memiliki peluang untuk menjadi pusat utama tokenisasi berbasis blockchain. Kombinasi penetrasi teknologi yang semakin pesat serta manfaat unik dari tokenisasi menjadikan Indonesia ideal untuk menciptakan token berbasis komoditas. Saat ini, sektor tokenisasi komoditas didominasi oleh aset tradisional seperti emas.
Namun, dengan kekayaan sumber daya alam dan ekonomi digital yang terus berkembang, Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan tokenisasi komoditas sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Baca Juga Dari ATOM hingga CRO, Inilah Aset Kripto yang Menggerakkan Ekosistem Cosmos
Dengan nilai ekspor komoditas utama yang melebihi US$80 miliar, laporan ini menyoroti tiga manfaat utama tokenisasi: pertama, peningkatan efisiensi dalam penggalangan dana; kedua, daya saing global yang lebih kuat; serta strategi keberlanjutan lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance / ESG) yang lebih tangguh.
“Masih banyak hal yang tidak efisien dalam alur perdagangan komoditas saat ini, seperti kurangnya transparansi, dan sistem yang terpusat. Tokenisasi komoditas memiliki potensi untuk mentransformasikan rantai pasok dan menghadirkan peningkatan yang signifikan, seperti transparansi.
Penelitian kami menemukan bahwa peningkatan transparansi ini berpotensi menarik tambahan Foreign Direct Investment (FDI) senilai US$2,8 miliar, yang berarti peningkatan sebesar 8% dari level saat ini,” ujar Looi Qin En, Partner di Saison Capital.”
“Lima tahun ke depan akan menjadi titik peluang bagi Indonesia untuk mengambil posisi terdepan sebagai pemimpin dalam tokenisasi komoditas, serta eksplorasi aset lainnya,” ujar Markus Liman Rahardja, Chief Investment Officer di BRI Ventures. “Bank, institusi keuangan, dan fintech dapat berkolaborasi untuk mempercepat adopsi ini dengan memanfaatkan kekuatannya masing-masing.
Lembaga keuangan seperti bank, memiliki keahlian dalam regulasi, serta basis pelanggan yang mapan, dan pemahaman mendalam tentang pasar keuangan, sementara fintech menawarkan kelincahan, inovasi, dan teknologi dalam blockchain serta tokenisasi.”
Di luar komoditas, aset keuangan seperti Exchange-Traded Fund (ETF), Reksa Dana, Obligasi, dan surat utang juga memiliki potensi besar untuk di tokenisasi di Indonesia. Token digital yang mewakili kepemilikan aset-aset ini di blockchain dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam manajemen aset bagi investor institusi, sekaligus mengurangi biaya transaksi dan mempercepat waktu penyelesaian.
Bagi investor ritel, tokenisasi ini membuka peluang dengan menurunkan ambang batas investasi minimum, yang diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan secara signifikan.
“Dalam kerja sama terbaru kami dengan Bank Tabungan Negara (BTN), bank hipotek terbesar di Indonesia, kami telah memulai tokenisasi sekuritas. Aset real estate yang di tokenisasi ini membawa manfaat baru seperti pendanaan tambahan, insentif pajak, dan likuiditas aset bagi institusi penerbit,” ujar Tigran Adiwirya, Co-CEO dan Founder D3 Labs. “Sementara itu, investor akan mendapatkan manfaat berupa alternatif investasi properti yang terjangkau, perlindungan terhadap inflasi, dan transparansi.”
Laporan tersebut juga mengidentifikasi empat faktor yang mempercepat tokenisasi di Indonesia: populasi yang muda, kelas menengah yang terus berkembang, industri fintech yang semakin maju, dan sistem pembayaran digital yang terus berevolusi. Keempat faktor ini secara kolektif memberikan landasan yang kuat bagi Indonesia untuk mengadopsi tokenisasi aset secara luas.
“Indonesia telah menunjukkan kesiapan untuk tokenisasi aset, dengan 18,5 juta orang Indonesia atau 6,7% dari populasi yang memiliki aset digital. Angka ini jauh melampaui 6,4 juta investor saham, menunjukkan semakin pentingnya aset berbasis blockchain dan tingginya minat terhadap produk keuangan digital,” ujar Daniel Kim, Founder Tiger Research. “Dengan populasi muda yang melek digital, Indonesia menjadi pasar yang sangat menarik untuk tokenisasi di Asia.”
Temuan lain dari laporan ini meliputi:
- Potensi penghematan hingga US$300 juta berkat efisiensi yang lebih tinggi dari tokenisasi aset.
- Potensi tokenisasi stablecoin yang didukung Rupiah, meskipun saat ini masih memiliki tingkat adopsi rendah. Namun, perubahan regulasi di Indonesia berpotensi mengubah dinamika ini dan semakin mempercepat sektor keuangan digital di negara ini, di mana total nilai transaksi diproyeksikan mencapai US$148 miliar pada tahun 2028.
- Tokenisasi kredit karbon telah dimulai melalui inisiatif seperti IDX Carbon, dan teknologi blockchain dapat memungkinkan produksi kredit karbon untuk memenuhi permintaan global tahunan sebesar 1,5 hingga 2 gigaton kredit karbon pada tahun 2030.