Suasana di market kripto tiba-tiba diliputi ketakutan mendalam, mencapai titik terendah dalam hampir enam bulan terakhir. Hal ini terjadi setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan penerapan tarif impor sebesar 100% terhadap Tiongkok.
Indikator Market Terjun Bebas
Menurut pembaruan hari Sabtu dari Crypto Fear & Greed Index (Indeks Ketakutan & Keserakahan Kripto), skor anjlok ke tingkat “Fear” (Ketakutan) di angka 27. Angka ini menandai penurunan tajam sebanyak 37 poin dibandingkan hari Jumat, yang masih berada di tingkat “Greed” (Keserakahan) sebesar 64.
Penurunan sentimen ini segera diikuti oleh pergerakan harga Bitcoin (BTC) yang sempat anjlok ke sekitar $102.000. Padahal, beberapa hari sebelumnya, Bitcoin baru saja mencetak rekor tertingginya di sekitar $125.100.
Dampak kepanikan ini terlihat dari data likuidasi. Dalam 24 jam terakhir, sekitar $19,27 miliar posisi long (beli) dan short (jual) telah dilikuidasi di seluruh market kripto.
Terakhir kali Indeks Ketakutan & Keserakahan Kripto berada di tingkat serendah ini adalah pada 16 April 2025, ketika harga Bitcoin jatuh ke sekitar $77.000 di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global.
Meskipun market dilanda kepanikan, beberapa analis justru melihat kondisi ini sebagai peluang. Kepala Riset Eropa Bitwise, Andre Dragosch, mengungkapkan bahwa penurunan ekstrem dalam sentimen ini justru menghasilkan “sinyal buy yang kuat.”
Menurutnya, penurunan indeks ke tingkat deviasi standar yang sangat rendah menandakan kondisi market yang terlalu pesimis, yang sering kali mendahului pemulihan harga. Dengan kata lain, ini bisa menjadi momen yang tepat untuk membeli sebelum market memantul naik kembali.
Satu hal yang menarik adalah reaksi publik terhadap rekor harga Bitcoin sebelumnya. Meskipun harga sempat mencetak rekor tertinggi baru, reaksi publik ternyata tidak menimbulkan euforia yang heboh.
Analis dari Santiment, Brian Quinlivan, menyatakan bahwa puncak harga terbaru Bitcoin tidak menimbulkan lonjakan antusiasme yang berarti dari komunitas kripto seperti yang terjadi pada rekor-rekor sebelumnya.
Reaksi yang tergolong biasa saja ini menunjukkan bahwa kenaikan harga terjadi tanpa disertai hype atau keserakahan yang berlebihan di media sosial.
