Pemerintah AS kini mengalihkan perhatian mereka pada Tether, penyelidikian ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran terkait pencucian uang dan sanksi. Penyelidikan ini berfokus pada potensi penggunaan stablecoin untuk mendanai aktivitas kriminal.
Penyelidikan ini melibatkan evaluasi apakah Tether telah digunakan untuk menghindari sanksi oleh individu atau kelompok yang dilarang, seperti kelompok Hamas dan pedagang senjata Rusia. Departemen Keuangan bahkan mempertimbangkan sanksi terhadap Tether, di tengah semakin tingginya volume perdagangan harian Tether yang mencapai $190 miliar.
Meskipun investigasi terus berlanjut, Tether menegaskan bahwa mereka selalu berkolaborasi dengan pihak berwenang untuk mengatasi penyalahgunaan aset kriptomereka. CEO Tether, membantah laporan tersebut dan menyebutnya sebagai “isu lama”.
Tantangan Hukum dan Kolaborasi dengan Pihak Berwenang
Tether, yang memiliki kapitalisasi pasar sekitar $120 miliar, telah menjadi tulang punggung transaksi di dunia kripto, terutama sebagai penyeimbang volatilitas harga. Meski memainkan peran penting, Tether juga menghadapi tantangan regulasi yang berkelanjutan.
Tether menekankan bahwa mereka secara aktif membantu penegak hukum untuk menangani pengguna yang menyalahgunakan stablecoin mereka. Pada Agustus, Tether mengklaim telah membantu lebih dari 145 lembaga penegak hukum untuk memulihkan lebih dari $108,8 juta dalam USDT yang terkait dengan aktivitas ilegal.
Langkah-langkah ini juga termasuk kemitraan dengan TRM Labs dalam membentuk T3 Financial Crime Unit untuk memberantas aktivitas kriminal yang melibatkan Tether. Pada 2021, Bloomberg melaporkan bahwa sebagian dari cadangan Tether disimpan dalam aset berisiko seperti surat berharga dari perusahaan Tiongkok.
Posisi Tether di Pasar Kripto dan Dukungan Strategis
Di pasar kripto, Tether berfungsi sebagai mata uang stabil utama yang digunakan di berbagai chain blockchain untuk transaksi dan settlement. Meski ada stablecoin pesaing seperti USDC yang didukung oleh Circle dan Coinbase, volume Tether tetap unggul.
Selain itu, Tether mendapat dukungan dari tokoh finansial berpengaruh, seperti CEO Cantor Fitzgerald, Howard Lutnick, yang mengelola sebagian aset cadangan Tether. Dukungan ini memperkuat posisi Tether di industri kripto, terutama setelah pesaingnya, USDC.
Kendati ada peluncuran stablecoin baru dari perusahaan besar seperti PayPal, Tether tetap dominan di pasar. Namun, laporan penyelidikan baru-baru ini dapat mempengaruhi posisi Tether di industri kripto. Hal ini mengingat kasus serupa dengan Binance.
Respons Tether terhadap Tuduhan dan Dampaknya pada Ekosistem Kripto
Tether terus membantah segala tuduhan yang diarahkan kepadanya, dan CEO-nya, Paolo Ardoino, menyatakan di media sosial bahwa berita WSJ hanyalah “isu lama yang diulang.” Tether juga merilis pernyataan bahwa laporan tersebut tidak berdasar.
Di tengah meningkatnya perhatian regulator terhadap kripto, kekhawatiran akan potensi gangguan terhadap ekosistem kripto semakin meningkat. Jika Tether benar-benar menghadapi tuntutan hukum serius, ini bisa mengguncang pasar kripto global, mengingat peran besar Tether dalam mendukung transaksi kripto di berbagai platform.
Reputasi Tether sebagai stablecoin terbesar membuat perkembangan ini semakin krusial. Perkembangan ini juga mengingatkan para pelaku industri bahwa regulasi ketat akan terus mengintai. Tether berupaya untuk tetap menjalankan fungsi vitalnya di dunia kripto, namun tantangan dari regulator dapat menambah tekanan pada sektor kripto secara keseluruhan.
Baca juga Dugaan Tether Terkait dengan Manipulasi Pasar, Dokumen Palsu, dan Aktivitas Kriminal