Negara-negara BRICS semakin menjajaki penggunaan Bitcoin sebagai alat untuk menghindari sanksi Barat, dengan para pemimpin mendorong sistem keuangan alternatif. Dalam pertemuan puncak di Kazan, Rusia, Presiden Vladimir Putin menyebut dolar AS sebagai “senjata politik” yang digunakan untuk menekan negara-negara lain.
Putin menegaskan bahwa jika mereka tidak lagi bisa menggunakan dolar, BRICS harus mencari alternatif baru untuk menjaga kerjasama ekonomi. Dorongan ini memperlihatkan komitmen BRICS dalam memperkuat kemandirian keuangan dari dominasi Barat. Menurut Matthew Siegel, kepala aset digital di VanEck, legislator Rusia telah mengusulkan penjualan Bitcoin yang ditambang di dalam negeri kepada pembeli internasional sebagai salah satu solusi untuk melewati sanksi keuangan Barat.
Langkah ini diyakini akan memungkinkan negara-negara BRICS memanfaatkan aset kripto seperti Bitcoin untuk impor, sekaligus mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan tradisional yang didominasi oleh dolar AS. Di tengah sanksi yang semakin menekan perekonomian Rusia, Bitcoin dan aset kripto lainnya menawarkan alternatif untuk keluar dari hambatan tersebut.
Putin Sebut Dolar sebagai Senjata, Waktunya Mencari Alternatif!
Dalam pertemuan puncak BRICS, Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pandangannya yang kuat tentang dominasi dolar AS, yang ia sebut sebagai “senjata politik.” Menurut Putin, penggunaan dolar dalam sistem keuangan global telah menjadi alat bagi Amerika Serikat untuk menekan negara-negara yang tidak sejalan dengan kebijakan mereka.
“Dolar digunakan sebagai senjata. Ini kenyataannya… Jika mereka tidak membiarkan kita bekerja dengannya, apa yang harus kita lakukan? Kita harus mencari alternatif lain,” ungkap putin . Pernyataan ini mencerminkan komitmen kuat dari Rusia dan negara-negara BRICS lainnya untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.
Kripto, khususnya Bitcoin, muncul sebagai alternatif potensial, menawarkan cara baru untuk melakukan transaksi internasional tanpa melalui jaringan keuangan tradisional yang sering digunakan sebagai alat kontrol politik. Dalam upayanya untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada dolar, Putin mendukung inisiatif de-dolarisasi, yang menjadi salah satu agenda utama dalam pertemuan puncak ini.
Indonesia dan Langkah Menuju Keanggotaan BRIC
Indonesia baru-baru ini menyatakan minat untuk bergabung dengan BRICS, menandai langkah diplomasi luar negeri besar pertama sejak Presiden Prabowo Subianto menjabat. BRICS, awalnya dibentuk untuk melawan dominasi Barat, kini mencakup Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan dan lain lain.
Pada KTT BRICS Plus di Kazan, Menteri Luar Negeri Sugiono mengungkapkan bahwa BRICS dapat menjadi platform untuk memajukan kepentingan Global South, termasuk keamanan pangan dan energi, pengentasan kemiskinan, serta pengembangan sumber daya manusia.
Sugiono juga menegaskan bahwa Indonesia tetap menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, tanpa berpihak pada blok tertentu. Langkah ini sejalan dengan kebijakan “tetangga baik” Prabowo, yang berfokus pada membangun hubungan baik dengan semua negara sembari mempertahankan sikap anti-kolonialisme.
Kontrol Ketat Rusia pada Minning Bitcoin
Isu sanksi internasional dan kontrol modal menjadi topik utama dalam pertemuan puncak BRICS di Kazan, Rusia. Minning Bitcoin disebut-sebut sebagai solusi potensial untuk menghindari sanksi, dengan para ahli ekonomi menyarankan bahwa negara-negara BRICS dapat menggunakan BTC untuk melewati pembatasan finansial yang dipimpin Barat.
Rusia telah melegalkan penambangan Bitcoin, namun undang-undang baru diluncurkan untuk menjaga kontrol negara yang ketat terhadap aktivitas tersebut. BitRiver, operator pusat data terbesar di Rusia, telah bekerja sama dengan Russian Direct Investment Fund untuk membangun fasilitas penambangan dan AI di negara-negara BRICS.
Penerimaan Rusia terhadap minning Bitcoin ini datang setelah tindakan keras terhadap miner lokal. Mulai 1 November, Rusia akan menerapkan rezim registrasi bagi operasi minning Bitcoin berskala besar, yang mengharuskan perusahaan penambangan mendaftar ke otoritas pajak. Meski penambang individu tidak diwajibkan untuk mendaftar, mereka mungkin akan menghadapi pembatasan akses listrik.
Ekspansi dan Penguatan Pengaruh BRICS
Perluasan keanggotaan BRICS juga menjadi fokus utama pertemuan tersebut, dengan anggota baru seperti Iran, Mesir, Ethiopia, UEA, dan Arab Saudi bergabung dalam koalisi. Pertumbuhan ini menyoroti pentingnya BRICS di panggung dunia, karena negara-negara mencari aliansi dengan blok ekonomi kuat yang menawarkan alternatif terhadap pengaruh Barat.
Penggunaan strategis kripto dalam BRICS dianggap sebagai bagian dari pengaruh yang berkembang ini. Sifat desentralisasi Bitcoin membuatnya menjadi opsi yang menarik bagi negara-negara seperti Rusia, yang menghadapi sanksi dan pembatasan dalam sistem keuangan global. Dengan mengadopsi mata uang digital, negara-negara BRICS bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.
Adopsi aset kripto oleh BRICS dapat mengubah dinamika perdagangan global, memungkinkan negara-negara anggota mengembangkan infrastruktur keuangan mereka di luar kendali Barat. Inisiatif ini tidak hanya memperkuat hubungan ekonomi antar anggota BRICS, tetapi juga memposisikan mereka sebagai pemimpin dalam penggunaan kripto untuk perdagangan.
Baca juga Dalam 24 Jam, Raydium Raih Pendapatan Biaya Lebih Besar dari Ethereum